Sampai dengan kondisi Jepang yang saat
ini kita kenal dengan kecanggihan teknologinya, bangsa Jepang ternyata
telah melewati aliran waktu sejarah yang panjang, hingga akhirnya
terbentuklah karakter mereka seperti yang dapat kita saksikan dewasa
ini. Berikut ulasan singkat mengenai sejarah bangsa dimulai dari era
prasejarah
Prasejarah
Penelitian
arkeologi menunjukkan bahwa Jepang telah dihuni manusia purba
setidaknya 600.000 tahun yang lalu, pada masa Paleolithic Bawah. Setelah
beberapa zaman es yang terjadi pada masa jutaan tahun yang lalu, Jepang
beberapa kali terhubung dengan daratan Asia melalui jembatan darat
(dengan Sakhalin di utara, dan kemungkinan Kyushu di selatan), sehingga
memungkinkan perpindahan manusia, hewan, dan tanaman ke kepulauan Jepang
dari wilayah yang kini merupakan Tiongkok dan Korea. Zaman Paleolitik
Jepang menghasilkan peralatan bebatuan yang telah dipoles yang
pertama di dunia, sekitar tahun 30.000 SM. Dengan berakhirnya zaman es
terakhir dan datangnya periode yang lebih hangat, kebudayaan Jomon
muncul pada sekitar 11.000 SM, yang bercirikan gaya hidup
pemburu-pengumpul (hunter-gatherer) semi-sedentism Mesolithic hingga
Neolithic dan pembuatan kerajinan tembikar terawal di dunia.
Diperkirakan bahwa penduduk Jomon merupakan nenek moyang suku
Proto-Jepang dan suku Ainu masa kini.
Dimulainya periode Yayoi pada
sekitar 300 SM menandai kehadiran teknologi-teknologi baru seperti
pertanian beras, pengairan dan permbuatan besi dan perunggu, yang dibawa
serta migran-migran dari Korea, Tiongkok dan bagian-bagian lain di
Asia. Periode tersebut dilanjutkan periode Kofun pada sekitar tahun 250,
yang bercirikan didirikannya negeri-negeri militer yang kuat.
Pada tahun 538, kedatangan agama Buddha
menandai berawalnya Zaman Klasik. Zaman Klasik Menurut mitologi
tradisional Jepang, Jepang didirikan oleh Kaisar Jinmu pada abad ke-7
SM, yang memulai mata rantai kaisar-kaisar yang masih belum putus hingga
kini. Meskipun begitu, sepanjang sejarahnya, untuk kebanyakan masa
kekuatan sebenarnya berada di tangan anggota-anggota istana, para
shogun, pihak militer, dan pada zaman modern, perdana menteri.
Bagian
sejarah Jepang meninggalkan catatan dimulai pada abad ke-5 dan 6 Masehi,
saat sistem tulisan Tionghoa, agama Buddha, dan kebudayaan Tionghoa
lainnya diperkenalkan Baekje, sebuah kerajaan di Korea. Melalui Perintah
Perubahan Taika pada tahun 645, Jepang memperkuat penggunaan
kebudayaan-kebudayaan Tionghoa, dan menyusun ulang sistem
pemerintahannya dengan mencontoh dari Tiongkok. Ini membuka jalan bagi
kekuatan filsafat Konfusianisme Tionghoa (confucianism) yang dominan di
Jepang hingga abad ke-19. Periode Nara pada abad ke-8 menandai sebuah
negeri Jepang yang kuat yang dipusatkan pada sebuah istana kekaisaran di
kota Heijō-kyō (kini Nara). Istana kekaisaran tersebut kemudian pindah
ke Nagaoka dan lalu Heian-kyō (kini Kyoto), memulai “masa keemasan”
kebudayaan klasik Jepang yang dipanggil periode Heian.
Zaman Pertengahan
Zaman
pertengahan Jepang dicirikan bangkitnya kelompok penguasa yang terdiri
dari para ksatria yang disebut samurai. Pada tahun 1185, jendral
Minamoto no Yoritomo adalah orang pertama yang menjadi penguasa pada
saat yang bersamaan dengan Kaisar; dia berkuasa di Kamakura, di sebelah
selatan Yokohama masa kini. Setelah Yoritomo wafat, klan ksatria lainnya
Hojo, mengambil kekuasaan sebagai semacam adipati bagi para shogun.
Keshogunan tersebut berhasil menahan serangan Mongol dari wilayah
Tiongkok kekuasaan Mongol pada tahun 1274 dan 1281.
Meskipun Keshogunan
Kamakura ini terbilang stabil, tak lama kemudian Jepang pecah kepada
faksi-faksi yang saling berperang dalam masa yang kemudian dikenal
sebagai Zaman Negara-Negara Berperang atau periode Sengoku. Pada abad
ke-16, para pedagang dan misionaris dari Eropa tiba di Jepang untuk
pertama kalinya, mengawali periode “Nanban” (”orang-orang barbar dari
Selatan”) yang diisi pertukaran perniagaan dan kebudayaan yang aktif
antara Jepang dan dunia Barat. Sekitar masa yang sama, Oda Nobunaga,
Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu, makin memperkuat kontrolnya
terhadap negara-negara berperang tersebut. Penanganan Nobunaga terhadap
negara yang semena-mena dan otoriter membuatnya menjadi penguasa yang
tidak disukai, meski kejeniusan militernya tidak dapat disangkal.
Penjajahan terhadap Korea yang
dilaksanakan Hideyoshi pada tahun 1592 juga membuat namanya tercemar
dalam sejarah Jepang, khususnya setelah Jepang berhasil diusir pasukan
Dinasti Ming dari Tiongkok dan angkatan laut Korea. Tokugawa akhirnya
mempersatukan negara setelah mengalahkan para musuhnya pada Pertempuran
Sekigahara pada tahun 1600, dan memindahkan ibu kota ke Edo (kini Tokyo)
dan memulai Keshogunan Tokugawa.
Keshogunan Tokugawa, yang curiga
terhadap pengaruh misionaris Katolik, melarang segala hubungan dengan
orang-orang Eropa kecuali hubungan terbatas dengan pedagang Belanda di
pulau Dejima. Mereka juga menjadi lebih berhati-hati terhadap pedagang
dengan Tiongkok, khususnya setelah suku Manchu menguasai Tiongkok dan
mendirikan Dinasti Qing. Suku Manchu menguasai Korea pada tahun 1637,
dan pihak Jepang takut akan kemungkinan invasi dari suku Manchu. Jepang
karena itu menjadi bahkan lebih terisolasi lagi dibandingkan sebelumnya.
Periode pengurungan diri ini berakhir dua setengah abad kemudian, pada
masa persatuan politis yang dikenal sebagai periode Edo, yang dianggap
sebagai masa puncak kebudayaan pertengahan Jepang.
Zaman Modern
Pada
tahun 1854, Komodor AS, Matthew C. Perry memaksa dibukanya Jepang
kepada Barat melalui Persetujuan Kanagawa. Para samurai yang menganggap
bahwa ini menunjukkan lemahnya keshogunan mengadakan pemberontakan yang
berujung kepada Perang Boshin pada tahun 1867-8. Pihak keshogunan
akhirnya mundur dan Restorasi Meiji mengembalikan kekuasaan kepada
Kaisar. Jepang mengadopsi beberapa institusi Barat pada periode Meiji,
termasuk pemerintahan modern, sistem hukum, dan militer.
Perubahan-perubahan ini mengubah Kekaisaran Jepang menjadi kekuatan
dunia yang mengalahkan Tiongkok dalam Perang Tiongkok-Jepang dan Rusia
dalam Perang Rusia-Jepang. Hingga tahun 1910, Jepang telah menguasai
Taiwan, separuh dari Sakhalin, dan Korea. Awal abad ke-20 sempat menjadi
saksi mata kepada “demokrasi Taisho” yang lalu diselimuti bangkitnya
nasionalisme Jepang. Pada tahun 1936, Jepang menanda tangani Pakta
Anti-Komintern dan bergabung dengan Jerman dan Italia untuk membentuk
suatu aliansi axis. Pada tahun 1937, Jepang menginvasi Manchuria yang
menyebabkan terjadinya Perang Tiongkok-Jepang (1937).
Pada tahun 1941,
Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl
Harbor, dan membawa AS memasuki Perang Dunia II. Setelah kampanye yang
panjang di Samudra Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-wilayah yang
awalnya dimilikinya, dan AS mulai melakukan pengeboman strategis
terhadap Tokyo, Osaka dan kota-kota besar lainnya serta pengeboman atom
terhadap Hiroshima dan Nagasaki. Jepang akhirnya menyerah kepada pihak
Sekutu pada 15 Agustus 1945. Pendudukan Amerika secara resmi berakhir
pada tahun 1952, meski pasukan AS tetap mempertahankan
pangkalan-pangkalan penting di Jepang, khususnya di Okinawa.
Jepang
menggunakan konstitusi baru sejak tahun 1947, yang menetapkan negara
tersebut sebagai negara demokratis pasifis. Setelah pendudukan tersebut,
produk domestik bruto Jepang tumbuh menjadi salah satu ekonomi terbesar
di dunia di bawah program pengembangan industri yang agresif,
proteksionisme, dan penundaan pertahanan strategis kepada AS. Meskipun
pasar saham sempat jatuh dengan tajam pada tahun 1990 dan negara
tersebut hingga kini masih belum pulih sepenuhnya dari hal itu, Jepang
tetap merupakan sebuah kekuatan ekonomi dunia dan akhir-akhir ini telah
mulai bangkit sebagai kekuatan strategis dengan mengirimkan pasukan
non-pertempuran ke Perang Teluk, upaya kemanusiaan PBB untuk membangun
kembali Kamboja, dan invasi AS terhadap Irak pada tahun 2003. sampai
dengan awal tahun 2009, Jepang adalah kekuatan ekonomi terbesar kedua di
Dunia.
Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia, Jepang
menjadi satu-satunya negara yang justru nilai tukar uangnya melejit
naik, walau di satu sisi dampak negatif begitu terasa di sektor expor
barang. Infrastruktur pemerintahan yang mengagumkan sejak zaman
prasejarah hingga zaman modern menjadi contoh nyata betapa negara yang
menjunjung tinggi kebudayaan akan terus eksis dari masa ke masa.
No comments:
Post a Comment